JEE Tool: Siap Jawab Status Kapasitas Negara

Dewasa ini, WHO (World Health Organization) bekerjasama dengan mitra global, salah satunya GHSA (Global Health Security Agenda), mengembangkan tool baru bernama Joint External Evaluation (JEE). Tool ini dimaksudkan untuk menanggapi kelemahan dalam pelaksanaan IHR (2005) dengan munculnya kejadian luar biasa (KLB) beberapa tahun terakhir ini dan memperkuat implementasi dari IHR (2005) itu sendiri. JEE dimaksudkan sebagai kerangka monitoring dan evaluasi IHR (2005) menggunakan mekanisme external assessment dengan prinsip kesukarelaan, disamping self-assessment yang selama ini dilakukan. Menindaklanjuti pengembangan JEE tool tersebut, Biro Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Kesehatan menyelenggarakan workshop tentang JEE dan perannya dalam implementasi IHR (2005). Rabu (13/4), bertempat di ruang Mahogani 2, Hotel Royal Kuningan, Jakarta, workshop JEE tersebut dihadiri oleh expert JEE dan IHR, masing-masing dari WHO HQ yaitu Dr. Rajesh Sreedharan dan dari WHO SEARO yaitu Dr Bardan Jung Rana, serta diikuti sekitar 40 orang peserta dari berbagai unit di Kementerian Kesehatan. Utamanya, workshop ini ditujukan bagi calon assessor dari Indonesia yang rencananya akan ikut berpartisipasi dalam external assessment di beberapa negara dalam waktu dekat.

Workshop berlangsung selama 2 hari hingga hari Kamis (14/4) di ruangan yang sama. Kegiatan workshop pada hari Rabu dimulai pukul 10.00 WIB dan dipandu oleh Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri dan kemudian dilanjutkan dengan pemaparan dari WHO. Adapun di hari kedua, workshop berfokus pada kegiatan learning by doing, dimana peserta workshop diajak untuk melakukan simulasi external assessment, dengan mengambil contoh hasil self assessment dari negara Mozambique dengan JEE tool. Kegiatan ini dimulai dengan menganalisis laporan hasil penilaian yang dilakukan Mozambique, kemudian bersama-sama menentukan skor dari negara yang bersangkutan, hingga akhirnya diperoleh gambaran status kapasitas dari negara tersebut, baik berdasarkan technical area maupun kapasitas negara secara umum. Dalam sesi ini, peserta bertindak sebagai expert yang menjadi bagian dari external assessment dan diwajibkan untuk paham keseluruhan alur penilaian dan harus dapat ”pull out the information” secara dalam dan komprehensif.

Dalam kesempatan ini, Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan sebagai perwakilan focal point IHR Indonesia memaparkan mengenai implementasi IHR dan GHSA di Indonesia. Sedangkan perwakilan WHO memaparkan mengenai JEE tool dan mekanisme pelaksanaan JEE secara spesifik. Adapun sebelum pelaksanaan  Joint External Evaluation, mekanisme yang perlu dilakukan yaitu annual reporting yang dilaporkan rutin setiap tahun pada sidang kesehatan dunia, after action review yang dilakukan setelah terjadi real events seperti wabah, dan exercise seandainya real events tidak terjadi. Ludy Suryantoro dari WHO HQ menyampaikan bahwa mekanisme tersebut dimaksudkan untuk mengetahui, ”where are the gaps? What we need to do? And how much we improve?”. Hal ini juga dimaksudkan agar negara tersebut benar-benar mengetahui status kesiapan negaranya dalam menghadapi tidak hanya ancaman kesehatan yang ada, tapi ancaman kesehatan yang akan datang.

Disamping itu, disampaikan bahwa pelaksanaan assessment dengan JEE tool juga untuk meyakinkan pihak donor yang ingin turut membantu peningkatan kapasitas suatu negara, sehingga gap yang didapat dari hasil assessment dapat diperkecil. Ludy juga menambahkan telah dikembangkannya strategic partnership portal yang memungkinkan penyelarasan proses pendanaan dan transparansi donor. “No matter what the tool, process, and report is, if it doesn’t get implemented, all the effort is for naught”,  tambah dr. Stella. (N.Jasmin)

20160414_120359

 20160414_101912

 20160414_101931

Tinggalkan komentar